CP foundation main website
 
 
 
 

Media Coverage

  • Suara Pembaruan, 29 September 2005


  • Jim Supangkat "Menyerah"
    Tertekan Pemberitaan "Infotaiment"


    JAKARTA - Jim Supangkat, salah seorang curator CP Biennale 2005 yang mengambil tema Urban/Culture, akhirnya "menyerah". Ia mengaku tidak punya pilihan lain selain menutup karya fotografer Davy Linggar dan Agus Suwage yang merupakan peserta CP Biennale 2005. Pengamat seni lukis dan mantan wartawan budaya itu mengaku tidak akan mau lagi menyelenggarakan CP Biennale yang sebenarnya sangat ditunggu-tunggu para pekerja seni.

    Keputusannya untuk menutup ruang ke pintu masuk tempat kartya Davy dan Agus di Museum Bank Indonesia, Jakarta, merupakan refleksi dari kekhawatirannya pada nasib karya seni peserta CP Biennale 2005 dari dalam dan luar negeri. CP Biennale adalah pameran dan pertemuan sejumlah pekerja seni yang berlangsung dua tahun sekali.

    Pengakuan tersebut dikemukakakn Jim yang didampingi dua curator lainnya, Asmudjo Jono Irianto dan Rizki A Zaelani di Museum Bank Indonesia, Selasa (28/9) siang. Penjelasan para kurator memang ditunggu para wartawan dan pekerja seni menyusul munculnya tuntutan dari Front Pembela Islam (FPI) untuk menurunkan karya Davy dan Agus yang dituduh telah mempertontonkan tubuh Anjasmara telanjang bulat.

    Langkah kurator untuk menutup karya Davy dan Agus, mengundang kecaman dan pertanyaan dari para pekerja seni, Gustav H Iskandar, peserta CP Biennale asal Bandung menyatakan mengundurkan diri dari festival seni berwibawa itu.

    Pernyataan alumni Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah menampilkan sisi lain kehidupan di Bandung dan sekitarnya itu merupakan protes atas kelemahan kurator untuk menghadapi tekanan. Kurator lainnya, Marco Kusumawijaya, malah mendesak penyelenggara CP Biennale untuk membuka lagi karya Davy Linggar dan Agus Suwage.


    Tidak Benar

    Dalam penjelasannya kepada wartawan, Jim mengungkapkan betapa dirinya sangat tertekan dengan pemberitaan sejumlah tabloid hiburan dan siaran infotaiment. Media hiburan itu hanya menyoroti munculnya actor Anjasmara yang disebutkan tampil telanjang bulat dalam karya Davy dan Agus dan tidak mengupas isu yang sebenarnya ditampilkan keduanya, yakni soal kehidupan di perkotaan.

    Munculnya pemberitaan yang tidak benar tersebut, langsung menggiring arah pemberitaan media hiburan lainnya ke isu-isu moral dan agama. Padahal, masih menurut Jim, karya Davy dan Agus merupakan refleksi kritis kedua seniman atas persoalan yang terjadi di perkotaan.

    Selain itu, Anjasmara sama sekali tidak telanjang ketika difoto oleh Davy Linggar. Pengambilan foto juga dilakukan dengan persetujuan Anjasmara dan seorang artis lainnya. Karya Davy dan Agus tersebut kemudian ditata dalam suatu ruangan yang juga menampilkan sebuah becak, ijuk, kerikil dan beragam aksesoris lainnya.

    "Agus dan Davy ingin menampilkan refleksinya atas kehidupan perkotaan. Tapi anehnya, isi karya mereka sama sekali tidak mendapat perhatian. Yang diperhatikan malah soal isu ketelanjangan Anjasmara," tambah Jim.

    Dalam catatan Pembaruan, karya kedua alumni Seni Rupa ITB itu memang tidak telanjang bulat. Foto mereka ditempelkan di dinding ruang pameran dan ditempatkan seolah-olah keduanya berada dalam suatu taman yang indah. Kedua seniman juga menempatkan becak ditengah ruang pameran. (A-14)


    << Previous Article  |  List of Media Coverage >>